Fadhilah
Wudlu
Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan
diri. (Al-Baqarah: 222).
Suci merupakan satu hal penting
dalam Islam. Ini bisa diketahui dari banyaknya anjuran untuk mensucikan diri,
baik pada tataran bersuci secara lahir maupun bathin. Bersuci secara bathin
mengandung makna agar setiap muslim senantiasa mawas diri, intropeksi
(muhasabah) dan terus memperbaiki kualitas spiritualitas seraya menghapus kerak
dosa melalui taubat. Taubat menjadi semacam ‘deterjen pembersih’ yang akan
mengikis tumpukan dosa agar tidak sampai menggunung dan berurat akar. Dengan
demikian, kotoran-kotoran dosa yang menempel dalam diri seorang muslim akan
terhapus dan hilang bersama dengan ‘rintihan’ taubat yang disenandungkan. Oleh
karena itu, hakikatnya taubat merupakan upaya penyucian jiwa agar tak terlumuri
debu-debu dosa.
Sedangkan penyucian lahir diantaranya
disyari’atkan melaui ajaran wudlu. Wudlu merupakan sarana penyucian diri
sebelum melakukan sebuah ibadah agung dalam rangka menghadap kepada yang Maha
Agung, Allah SWT. Wudlu dilakukan setiap kali seorang muslim hendak melakukan
satu aktivitas ibadah yang menyaratkan suci sebagai salah satu syaratnya. Ini
sesungguhnya mengajarkan pola hidup yang bersih kepada kaum muslimin. Betapa
tidak, jika seorang muslim shalat lima kali sehari-semalam, minimal ia akan
membasuh anggota tubuhnya lima kali pula. Ini tentu dengan asumsi bahwa setiap
kali hendak shalat ia berwudlu. Apa yang dilakukan ini tentu menjadi satu hal
yang bernilai kebersihan.
Bahkan, kesucian (yang didalamnya
termasuk kebersihan) oleh baginda rasul dikaitkan dengan keimanan. Dalam sebuah
sabdanya, Nabi menyatakan bahwa “kesucian (termsuk kebersihan) merupakan bagian
dari iman”. Ini menunjukkan tingginya perhatian Islam terhadap pola kebersihan
umatnya, hingga dikaitkan dengan nilai spiritualitas. Artinya, nilai keimanan
seseorang mempunyai korelasi (hubungan) positif dengan nilai kesucian yang
dimiliki.
Dalam wudlu, beberapa anggota badan
menjadi obyek penyucian. Al-Qur’an menuturkan bahwa yang dijadikan obyek
langsung dalam penyucian ini adalah wajah, tangan, kepala (rambut), dan kaki.
Keempat anggota badan ini tentu memiliki peran penting dalam kehidupan manusia
hingga menjadi ‘wakil’ dari suluruh anggota tubuh untuk disucikan. Wajah
merupakan ‘representasi’ dari hati dan jati diri manusia. Wajah menjadi penanda
paling penting bagi laku hidup yang dilakoni manusia dalam kehidupan sehari-harinya.
Wajah adalah anggota tubuh yang dari sana terpancar sikap dan tabiat yang
dimiliki. Karenanya, menjadikan wajah sebagai bagian dari obyek penyucian
merupakan satu hal amat bijak dan mengena. Ini tentu menagndung satu nilai
penting bahwa jati diri seorang muslim mesti terus dibasuh dengan air kesucian
hingga memancarkan aura jiwa dan diri yang benar-benar suci.
Tangan sebagai obyek penyucian
berikutnya juga merupakan anggota badan yang memiliki fungsi istimewa. Ia
melambangkan kuasa manusia dalam melakukan aktifitas di kehidupan sehari-hari.
Karenanya, dengan penyucian yang dilakukan, terpancar satu harapan bahwa
‘kuasa’ yang dimiliki manusia akan senantiasa diarahkan kepada hal-hal yang
baik dalam rangka menuju kepada yang Maha Suci. Selanjutnya kepala yang di sana
tumbuh rambut, merupakan anggota badan yang menjadi sumber inspirasi dan
pemikiran. Karenanya, dengan penyucian yang dilakukan, diharapkan seluruh pola
pikir yang dibangun akan senantiasa dibimbing oleh –dan berada pada- dimensi kesucian.
Sehingga semua hasil pemikiran yang muncul selalu membawa nilai positif.
Sedangkan kaki merupakan lambing dinamika hidup manusia. Dengan kaki, manusia
dapat bergerak kemanapun yang ia mau. Karenanya, tatkala kaki disucikan, ada
satu harapan bahwa gerak apapun yang dilakukan dalam rangka menjadi dan mencari
yang lebih baik, akan selalu mendapat bimbingan dari yang Maha Suci.
Harapannya, akan terwujud satu dinamika dalam kehidupan manusia yang dipayungi
oleh cinta kasih dan ridlo dari Dzat yang Maha Suci, Allah SWT.
Ajaran Islam berupa wudlu ini,
dengan demikian, merupakan satu tuntunan hidup yang amat positif jika
diaplikasikan dengan sesungguhnya. Baginda Rasul sendiri memberikan satu
keterangan mengenai keutamaan dari wudlu ini dalam sabda-sabda beliau.
Keutamaan-keutamaan itu antara lain:
- Nabi Bersabda: “Barangsiapa berwudlu, lantas menyempurnakan wudlunya kemudian mengerjakan shalat, maka ia akan terhapus seluruh kesalahannya, hingg alaksana bayi yang baru lahir.
- Nabi juga bersabda: “Barangsiapa berwudlu dengan niat untuk menjalankan shalat, maka Allah akan menghapus dosa-dosanya, yaitu dosa-dosa yang terdapat diantara satu shalat dengan shalat berikutnya.
- Nabi juga bersabda: “ Barangsuapa yang tidur dalam keadaan suci (memiliki wudlu), lantas ia meninggal dunia, maka ia tercatat sebagai orang yang mati syahid di sisi Allah.
- “Orang yang tidur dalam keadaan suci (masih memiliki wudlu), laksana orang yang siangnya puasa dan malam harinya beribadah malam”. Demikian sabda Rasul.
- Nabi bersabda: “Barangsiapa yang berwudlu, sementara ia masih dalam keadaan suci, maka akan ditulis baginya sepuluh kebaikan”.
- Nabi bersabda: “Shalat tidak akan sah jika tanpa wudlu (bila si musholli dalam keadaan hadas), dan wudlu tidak sempurna bagi mereka yang tidak menyebut nama Allah.
- “Wudlu merupakan sebagian dari iman”, demikian sabda Nabi.
- Nabi bersabda: “ukuran kesempurnaan wudlu adalah jika dilaksanakan datu kali. Barangsiapa yang berwudlu dua kali, maka ia akan mendapat dua kali lipat pahala, dan barangsiapa yang berwudlu sebanyak tiga kali, maka hal itu memyerupai wudlunya para Nabi sebelumku (Nabi Muhammad).
- Nabi bersabda: “ Allah tidak akan menerima shalat salah seorang diantara kamu ketika ia hadas, hingga ia berwudlu”.
- “Perumpamaan satu wudlu dengan wudlu yang lain, laksana cahaya di atas cahaya”, Demikian sabda Nabi.
Apa yang bagimda Nabi sabdakan mengenau keutamaan wudlu ini
sesungguhnya merupakan dorongan sekaligus perintah agar kita senantiasa menjaga
wudlu kita dalam arti senantiasa berada dalam kondisi suci. Ini tentu menjadi
satu isyarat bahwa seorang muslim memang dituntut untuk senantiasa menjaga
kesucian diri. Ini dilakukan dengan melakukan hal-hal yang positif seraya
meninggalkan perkara negatif. Seorang yang selalu menjaga kondisi diri untuk
selalu dalam keadaan suci (memiliki wudlu) tentu akan lebih terjaga dari
prilaku tercela. Sebab, ia akan selalu ingat akan kesucian yang masih
dipunyainya. Tentu tidak cukup ‘pantas’ orang yang dalam keadaan suci melakukan
perbuatan keji. Jika kesadaran ini terus melekat dalam setiap diri dan terwujud
dalam kehidupan sehari-hari, maka dunia akan terpancari dengan aura suci yang
memancarkan cinta dan kasih ilahi… Smoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Semoga manfaat dan barokah. trimakasih, jangan lupa bagikan kesahabat kita yang lainya..